Monday, March 19, 2012

Wisata Pantai Trisik Jogja







PANTAI TRISIK, JOGJA: POTENSI KONSERVASI PENYU
 Kompasiana.com

KONSERVASI PENYU
Desa Banaran, Kecamatan Galur, Kabupaten Kulonprogo merupakan daerah pesisir  yang berbatasan langsung dengan samudera Hindia. Desa Banaran memiliki pantai yang bernama Pantai Trisik. Di Pantai Trisik inilah setiap tahunnya penyu hijau singgah untuk bertelur. Penyu hijau (Chelonian mydas) merupakan hewan melata langka yang hidup di laut (daerah pesisir) dan pada musim-musim tertentu singgah ke pantai untuk berkembang biak. Hewan ini terancam punah dan sekarang keberadaannya dilindungi oleh undang-undang. Penyu di pantai Trisik biasanya bertelur antara bulan Mei sampai Agustus dan waktu pelepasan anakan penyu (tukik) berkisar antara bulan Juli sampai November. Induk penyu biasanya bertelur di darat dengan jarak ±50m dari bibir pantai pada malam hari atau pagi hari di lokasi yang jauh dari pemukiman atau keramaian. Penduduk dapat mencari telur penyu melalui jejak yang ditinggalkan induk penyu di pasir. Telur penyu ini akan di tanam di pasir, dengan kedalaman ± 0.5m-1m dibawah permukaan tanah.

Telur penyu memiliki nilai gizi tinggi dan enak dimakan. Hal ini menyebabkan telur penyu banyak diburu untuk kemudian dijual. Di beberapa provinsi telur penyu diambil oleh penduduk  kemudian dijual kepenampung, setelah itu penampung akan menjual ke pemesan diluar negeri. Tiap butir telur penyu dihargai Rp. 1.500-Rp.2.000 perbutir (kompas, 29 Sept 09).

Namun, di Desa Banaran telah muncul kesadaran untuk melestarikan penyu hijau. Hal ini dapat dilihat dengan berdirinya Kelompok Konservasi Penyu Abadi yang merupakan perkumpulan yang didirikan secara swadaya oleh penduduk setempat. Motivasi pendirian kelompok ini, menurut ketua Kelompok Konservasi Penyu Abadi benar-benar muncul dari kesadaran akan pentingnya pelestarian penyu. Seperti diungkapkan pak Joko Samudro saat ditemui tim EDM* Teknik Lingkungan UPN”V”YK, Minggu, 15 November 2009 : “Dimana-mana penyu itu diburu dan hampir punah, mungkin suatu saat nanti anak-anak kecil hanya melihat penyu melalui televisi  saja” ujarnya. Sejak berdirinya pada tahun 2004 sampai tahun 2009 kelompok konservasi ini telah melepaskan anakan penyu sebanyak 4341 ekor dengan perincian 89 ekor pada tahun 2004. 458 ekor pada tahun 2005, 604 ekor pada tahun 2006, 677 ekor pada tahun 2007, 1.184 ekor pada tahun 2008, 1.326 ekor pada tahun 2009. Menurut pak Joko Samudro, sekarang nelayan-nelayan di Pantai Trisik jika mendapatkan induk penyu dalam tangkapannya, mereka akan segera mengembalikan lagi induk penyu tersebut ke laut lepas. Jika menemukan telur penyu, penduduk setempat akan segera melapor ke kelompok konservasi.

Ditinjau dari sisi non-ekonomis, kesuksesan konservasi bergantung pada suhu saat penetasan, tempat penetasan dan pemeliharaan, sirkulasi air saat pemeliharaan dan asupan gizi bagi anakan penyu (tukik).
Kesadaran akan pelestarian penyu dari Kelompok Konservasi Penyu Abadi ini tidak didukung penuh oleh pihak luar, terutama Pemerintah Kabupaten Kulonprogo dan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sendiri. Hal ini terlihat dari keadaan tempat konservasi yang sangat memprihatinkan dan minim-nya dukungan dana dari pemerintah (untuk pengadaan sarana penangkaran penyu dan membeli telur penyu dari penduduk) setempat.
tukik hasil penangkaran kelompok penyu abadi ini sedang dalam adaptasi ke air tawar. salah satunya terserang penyakit jamur.

tukik hasil penangkaran kelompok penyu abadi ini sedang dalam adaptasi ke air tawar. salah satunya terserang penyakit jamur.

Kurangnya dukungan dana ini terungkap dari penuturan pak Joko Samudro ketika ditanya mengenai kendala-kendala yang dihadapi kelompok konservasi. “Selama ini telur penyu masih kami beli dari masyarakat sini seharga 1.500-2000-an Rupiah perbutirnya. Sebenarnya kami punya rencana untuk membuat tempat penetasan dan pemeliharaan anakan penyu (tukik). Setelah saya hitung-hitung biaya yang diperlukan sekitar 20-an juta rupiah, namun sekarang masih terkendala dana” ujar beliau.
Kendala-kendala lain yang dihadapi kelompok konservasi adalah penyakit yang sering menyerang anakan penyu (tukik). Penyakit yang biasa menyerang adalah jamur yang menyebabkan anakan penyu (tukik) menjadi susah bergerak dan menjadi lemas, sehingga jika dibiarkan semakin lama anakan penyu (tukik) akan mati.

Penyakit jamur ini terlihat berupa bercak putih pada cangkang tukik. sejauh ini kelompok knservasi belum mampu mengobati penyu yang terserang penyait jamur. Dari data pelepasan tukik tanggal 26 agustus 2009 dapat diketahui, dari 73 butir telur yang menetas dan dipelihara sampai siap dilepas, 67 ekor diantaranya mati karena penyakit jamur. Penyakit jamur ini disebabkan oleh sirkulasi air di tempat pemeliharaan tukik yang kurang ancer. Selama ini kelompok konservasi belum memiliki alat peyedot air laut untuk mengganti air di tempat pemeliharaan,i pergantian (sirkulasi) air masih dilakukan secara manual. Ember tempat pemeliharaan yang selama ini digunakan pun terlihat sangat kurang memadai. Harapan untuk kedepannya, pemerintah maupun swasta dapat memberikan dukungan dana dan perhatian yang cukup untuk pelestarian penyu tersebut, karena pelestarian penyu ini adalah tanggung jawab bersama.

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...